Jumat, 20 Februari 2015

Everything is about, love!

Okay, i have been hibernating for quite a long time. I don't write anything, nor post. So unproductive. Nevermind, that thing is bothering me now; a call to type, so i am typing at 4.47 this morning.

***

Mungkin memang sedang jadi trending topic, atau memang umur yang memaksa, atau hasrat yg terlalu berlebihan, disana-sini selalu saja obrolan tentang 'nikah' bergaung dari mulut ke mulut. Liburan kemarin, di jogja ngomongin nikah sama Yayak, di Banyuwangi sama Kindy, di Batam sama Himawan, di rumah sama Nora, dan disini (kampus IIUM) lebih sering lagi itu tersiar. Agak ngenes mungkin terdengarnya, seolah-olah saya udah tuaaa banget dan harus ada yg nemenin. Segala sesuatu kadang berkait dengan perkara satu itu sekarang. Misalnya, waktu packing baju yg berantakan, ada temen yg nyeletuk, "memang sepertinya perlu seorang istri buat packing ni". Pas jadwal kuliah mulai kacau gara-gara kesibukan lain, temen lain bakal bilang, "masak perlu istri buat ngatur jadwal kamu?". Ngeliat saya kurus, dibilang, "makanya nikah, biar ada yg masakin makanan". Pas saya kesasar, "butuh istri buat menunjukkan jalan". Saya heran sebenarnya. Jangan-jangan nanti suatu saat saya ujian dan lupa belajar, dosen saya bakal ngomong, "kamu perlu istri buat bacain pelajaran kamu setiap malam". Atau pas lagi ada tugas dan saya lupa buat, "kamu perlu istri buat kerjain tugas kamu". Oke, ini kelewatan, istri ga seharusnya dibebani dengan tugas suami, tapi saling bantu dan topang-menopang meringankan beban keduanya, karena kita saling melengkapi *eaak*. Anyway, suatu hal yg patut disyukuri, dimana mindset saya dan teman-teman tidak lagi berpikir untuk 'pacaran', tapi 'menikah'. Alhamdulillah.



Sore tadi, saya pergi ke luar kampus untuk menemui salah satu petinggi dari suatu yayasan terkait masalah PPI. Saya ditemani oleh seorang partner senior, sekaligus penasihat mendadak kalau ada sesuatu berkenaan dengan 'cinta' dan 'nikah'. Berangkatlah kami berdua menggunakan motor menuju stasiun LRT, kemudian lanjut ke Ampang Park. Sepanjang perjalanan, kami banyak bercerita tentang masalah pernikahan. Beliau banyak menceritakan tentang kisah-kisah yg menarik untuk saya ambil hikmahnya. Salah satunya, tentang seseorang yg akan segera menikah beberapa bulan ke depan.

Sebut saja namanya Hasan. Beliau seorang mahasiswa, belum bekerja, tapi punya niat yg kuat untuk bekerja demi menghidupi rumah tangganya kelak (May Allah ease him). Satu hal yg menarik dari kehidupan Hasan adalah kisah cintanya. Beliau dan calonnya, tidaklah saling mengenal sebelumnya. Bahkan keduanya tidak mengetahui wajah calon pasangannya. Adalah adik perempuan dari Hasan yg menjadi mak comblang kisah romantika dua insan ini. Bermula dari memanas-manasi keduanya, akhirnya keduanya sepakat untuk berkenalan dengan cara yg unik; bertukaran 'CV', dengan tanpa foto. Keduanya saling meneliti satu sama lain melalui CV tersebut, tanpa saling kenal, tentunya hal ini bukan suatu hal yg bisa ditemukan setiap hari di kehidupan. Dari CV inilah, Hasan mulai kepo. Ia akhirnya membuat akun facebook untuk pertama kali dalam hidupnya, hanya untuk meng-kepo-i calonnya ini. Hasilnya? Dari 300 temannya, tak ada satupun lelaki, kecuali mahramnya. Cerita berlanjut, setelah keduanya merasa fix, maka Hasan pun berangkat ke ayah dari calonnya. Sang calon mertua pun terheran-heran ketika ada seseorang yg datang ke rumahnya, ingin meminang anaknya, tetapi tidak pernah sekalipun melihat wajah anaknya. Setelah tarik-ulur, ayahnya akhirnya berpesan kepada Hasan, "sudah, habiskan dulu kuliahmu. Akan saya suruh anak saya menunggu kamu saja". Tapi Hasan pantang ditantang, ia menjawab, "pak, kedatangan saya kesini karena saya ingin menikahi anak bapak, bukan karena fisik ataupun orangnya, melainkan karena karakter dan sifatnya. Kalau bapak suruh saya menghabiskan kuliah saya dulu, maka saya pamit mohon diri (mengundurkan diri, red)". Ternyata pernyataan yg sama telah lebih dahulu dilontarkan kepada anaknya, dan jawaban yg diperoleh sama, kalau harus menunggu, maka biarkan dia menikah dengan perempuan lain yg menginginkannya. Ajaib. Dua orang yg tak pernah berjumpa, menjawab pernyataan dengan jawaban yg sama tanpa keraguan. Singkat cerita, akhirnya mereka direstui. Beberapa bulan lagi undangan disebar. Dan mungkin setahun kemudian, Ketika Cinta Bertasbih part 3 bakal hadir di Gramed, hahaha.

Salah gambar oy, serius amat sih haha


Senior saya ini menutup ceritanya dengan satu hikmah yg simple; jodoh itu ibarat cermin. Seperti apa kamu, seperti itulah dia. Maka kalau kamu mau yg baik, maka jadilah yg baik.

Saya ingat, beliau pernah sekali berpesan kepada gw, "jangan takut dengan jodoh, Zul. Yg penting kamu berani, pergi dan lamar dia ke orangtuanya. Kalau memang kamu pantas buat dia, maka Allah akan izinkan. Jangan sedih kalau Allah nikahkan dia lebih dulu dengan orang lain. Itu berarti kamu belum pantas buat dia. Semoga Allah ganti dengan yg lebih baik".

Jadi sekarang say mulai berpikir, kadang sambil mengingat tulisan-tulisan galau ketika acara Antara Aku Dan Cinta (AADC) kemarin;
Cinta itu usaha, usaha memperbaiki, memantaskan, mematangkan dan memantapkan diri.
Cinta itu pilihan dan takdir, kejarlah dengan cara yg baik dan halal, tapi ingat, Allah lah Yang Maha Tahu semuanya.
Cinta itu, tunggu, nah yg ini ga tau tafsirannya gimana, tapi yaa gitu, tunggu yaaa *wink wink*

Btw, ini kenapa jadi bahas cinta -_- Ceritanya masih ada.

Perjalanan pun berlanjut, setelah turun dari LRT, kami berjalan kaki mencari alamat orang yg akan kami temui. Setelah berputar beberapa lama, akhirnya kami tersesat. Saya akhirnya menelpon orang yg dituju. Setelah saya menjelaskan posisi saya, ternyata ga satupun yg tempat yg saya sebut diketahui oleh beliau. Fix, saya nyasar. Akhirnya beliau men-suggest untuk bertanya ke orang-orang dimana lokasi bank China yg bisa dijadikan patokan. Kami pun berbalik, kembali ke arah LRT, dan berjalan kaki ke arah sebaliknya. Akhirnya setelah lama berjalan kami menemukan bank itu, dan tanpa harus menghubungi beliau, kami berhasil menemukan lokasi apartemen beliau. Ketika kami berdiri di gerbang apartemen, kami melihat ke arah berlawanan dari jalan kami sebelumnya. Saya bertanya kepada partner saya sambil menunjuk ke arah itu, "tadi itu bukannya kita udah disana ya? Itu kan seharusnya tinggal naik dan kita sampai". "Iya ya, padahal tinggal naik, kita malah mutar lagi hahaha", jawabnya. Di depan kedai mamak, sambil menunggu kehadiran orang yg kami ingin jumpai, kami berpikir. Kadang apa yg kita inginkan dan kita tuju sudah begitu dekat, tapi kita tidak sadar, dan memilih yg jauh. Pada akhirnya kita menyadari betapa dekatnya kita sebelumnya. Dari sini, senior saya mulai berfilosofi gombal, "gitulah Zul, kadang jodoh yg baik itu sudah dekat sama kita, tapi kita ga sadar. Kita lebih fokus ke yg lain, padahal yg dekat sudah ada". Oke, saya setuju dengan filosofi ini. Tapi saya berpikiran filosofi lain, yg sebenarnya kurang pas, kadang kita terlalu terfokus pada tujuan akhir yg terlalu jauh; menikah. Tapi di satu sisi kita lupa dengan yg dekat dan seharusnya kita capai dulu; perbaikan diri dan pemantasan diri, baru setelahnya kesana. Oke, filosofi saya masih kalah nyambung dengan filosofi sebelumnya ._.


Akhirnya kami duduk sambil makan di kedai mamak, sambil berbincang dengan orang yg kami tuju. Di tengah makan kerupuk, kami banyak membahas masalah politik di Indonesia, juga masalah PPI IIUM. Satu kalimat yg saya ingat sekali dari beliau yg saya jumpai ini adalah; Tidak ada yg kebetulan. Iya, tidak ada kata kebetulan. Semuanya sudah ditakdirkan, tapi tentunya sebagai manusia kita harus berusaha mengejar takdir ini.

Kalau ditarik lebih jauh, ini menjadi dalam sekali. Tidak ada yg kebetulan.
Untuk kamu, calon bidadari surgaku; mungkin saat ini kita sudah bertemu dan saling kenal. Pertemuan kita bukanlah suatu kebetulan. Semesta telah berkonspirasi untuk mempertemukan kita, mungkin sebagai jalan untuk kita bersama kelak. Tidak ada yg kebetulan. Allah sudah takdirkan itu.
Mungkin juga kita belum bertemu. Itupun bukan sebuah kebetulan kita belum bertemu. Semesta telah berkonspirasi menghalangi pertemuan kita. Mungkin beberapa kali kita hampir bertemu, tapi Allah dengan kuasa-Nya menjauhkan kita sepersekian meter dalam sepersekian detik. Tidak ada yg kebetulan.

Tapi tenang, suatu hari aku akan menjemputmu :)

***

Baiklah, itu saja tulisan malam ini. Ntar kalau tambah panjang, semakin banyak list orang-orang yg gemar nyuruh saya nikah -_-

Good night everyone!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar