Minggu, 24 Agustus 2014

Perpisahan

Teringat kala aku masih berseragam merah-putih dulu, SD. Masa dimana setiap adalah sama, lugu, polos, dan putih. Setiap hari yang diisi dengan bermain dan bermain. Aku ingat, salah satu trend saat itu ialah membuat sebuah buku khusus untuk biodata teman-teman. Biasanya, ia akan bertuliskan beberapa keterangan yang nantinya akan diisi oleh sang teman, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, hobi, cita-cita, pesan dan kesan, makanan favorit, sampai kepada hal yang paling disukai dan tidak disukai.

"HAL YANG PALING TIDAK DISUKAI?"

Sejujurnya, aku tak pernah yakin dengan apa yang aku tulis dari permintaan ini. Kadang aku menulis, "dibohongi" , kadang pula aku menulis, "rokok", atau "sakit hati", dan lain sebagainya sesuai dengan alunan moodku. Entahlah, sampai sekarang pun aku tak tahu apa jawaban yang akan ku berikan jika pertanyaan ini terlontarkan kepadaku lagi.

***

Tanggal 12 Agustus kemarin, aku kembali ke Malaysia, menuju kampus setelah menghabiskan puasa dan lebaran di rumah. Semua berjalan lancar, kegiatan kampus baru dimulai bulan depan. Aku berangkat cukup awal karena merasa bosan terlalu lama duduk di rumah tanpa pekerjaan apa-apa, aku tidak mampu hanya duduk diam menyusahkan orang-orang di rumah.

Sesuai jadwal, aku akan mengikuti program mukhayyam 'arabiy di SMK Dato' Harun, Tanjung Karang, Kuala Selangor, bersama teman-teman alumni pondokku. Kegiatan ini seperti pesantren kilat, tapi berisikan program-program bahasa Arab, yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta pelajar-pelajar kepada bahasa Al-Qur'an. Program ini berjalan selama dua hari, Sabtu dan Minggu. Dua hari ini diisi dengan kegiatan penuh berbahasa Arab seperti praktek belajar mengajar, latihan mengerjakan soal-soal, bernyanyi, games, pentas seni, beberapa kegiatan keagamaan, dan kegiatan-kegiatan yang bertujuan memotivasi pelajar dalam bahasa Arab. Tentu saja, semuanya diadakan dalam bahasa Arab secara full.





Di hari terakhir sebelum kami kembali ke kampus, seperti biasa, program akan ditutup dengan pertunjukan seni yang dilombakan dalam bahasa Arab oleh para pelajar. Setelah itu, akan diadakan perfotoan massal dan individual. Selalu seperti mukhayyam-mukhayyam yang pernah ku ikuti dulu, ada perasaan sedih ketika program ini berakhir. Memang, waktu interaksi antara fasilitator dan pelajar tidak banyak, hanya dua hari. Tapi, dua hari selalu berarti besar dalam mukhayyam. Tentang ilmu yang bertukar dari kepala ke kepala, tentang canda dan tawa yang hangat antara setiap grup, tentang semangat dan motivasi untuk terus belajar, tentang cerita yang tersimpan dalam foto, video, dan hati masing-masing. "Ustadz, nanti bila-bila ada masa, pergilah main kesini lagi", "Ustadz, terimakasih banyak, semoga lain waktu boleh berjumpa lagi", "Ustadz, jangan lupa dengan kami ya", ucapan dan obrolan yang selalu sangat terasa menusuk ketika di ujung program. Dan saat yang tersedih adalah saat kami, para fasilitator mulai menaiki mobil untuk segera kembali ke kampus. Para pelajar yang berada di sekolah berdiri di beranda asrama mereka, melambaikan tangan, sambil mengucapkan, "ilal-liqo', Ustadz! Ma'as-salamah!". Entah kapan kita bisa berjumpa lagi, atau mungkin perjumpaan ini adalah perjumpaan yang terakhir? Wallahu a'lam.




***

Satu hari setelah program mukhoyyam 'arabiy berakhir, hari-hari ku pun berjalan membosankan seperti biasanya, main game-tidur-shalat-makan. Tapi, malam itu Galby, roommate ku mengajak ku untuk ikut pergi ke Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) besok, guna menyemangati rombongan pondokku yang datang sebagai peserta kejuaraan debat bahasa Arab sebagai tamu undangan Nusantara. Sebelumnya, aku sudah mendengar kabar akan perlombaan ini, dan kehadiran adik-adik juniorku yang akan menyertai kejuaraan, tapi aku tak begitu tertarik. Tapi, mengingat kebosanan yang melanda setelah mukhoyyam berakhir, aku pun memutuskan untuk ikut.

Hari itu hari Selasa, kami menjejakkan kaki kami di kampus USIM menjelang pukul 11 siang. Kami segera diperkenalkan kepada adik-adik peserta dari pondokku oleh Azka, selaku alumni, yang juga merupakan panitia lomba dari kampus USIM. Mungkin memang pada dasarnya kami anak pondok tidak bisa diam, ingin selalu berinovasi, dan terlihat lebih mantap dari yang lain, kami membeli kertas putih besar dan spidol. Kertas itu kemudian dipotong dua, dan dihiasi menjadi seperti banner-banner penyemangat di saat debat nanti. Debat pun dimulai, kami berlima sebagai supporter tak sedikitpun gentar melihat supporter dari tim lawan lebih ramai dari kami. Tanpa ragu kami menjawab salam yang diucapkan pendebat dari tim pondokku dengan suara yang lantang. Berkali-kali pertanyaan dari pendebat kami, "alaisa kadzalik?", segera kami balas dengan jawaban keras, "Balaaa~". Tepuk tangan kami membahana di setiap momen. Tak jarang semua mata dalam hall berputar ke belakang melihat kami yang terlalu bersemangat mendukung tim kami. Bahkan tim juri pun terpaksa memberikan peringatan agar supporter tidak terlalu ribut sendiri. Alhamdulillah, tim kami mampu maju sampai ke babak final hari itu, adapun pengumuman hasil perlombaan akan dibacakan esok harinya.




Esoknya, kami tiba kembali di USIM ketika hall sudah ramai dipenuhi orang-orang yang sudah tak sabar menunggu hasil pengumuman. Setelah duduk, dan menyanyikan lagu nasional Malaysia, pengumuman pun dibacakan. Merupakan sebuah kebanggan, ketika lima nama pendebat terbaik sepanjang penyisihan dibacakan. Nama Maulida dan Fia (keduanya dari tim kami) dibacakan masing-masing sebagai pendebat terbaik, dan pendebat terbaik ke-4 sepanjang penyisihan. Lagi-lagi kami tersenyum bangga ketika nama pondok kami berkibar saat diumumkan sebagai tim debat terbaik sepanjang penyisihan. Dan akhirnya tibalah pengumuman juara debat, dan pendebat terbaik ketika pertandingan final. "Dan johan pada Kejuaraan Debat Bahasa Arab jemputan Nusantara tahun 2014 ialah...", kata MC dengan bahasa Melayu yang fasih, "...ialah... Pondok Darussalam!", kami serempak berdiri, bertepuk tangan, bersorak sorai, dan mengibarkan kertas yang bertuliskan nama pondok kami, Alhamdulillah. Dan sekali lagi kami melompat kegirangan saat nama Maulida kembali diumumkan sebagai pendebat terbaik ketika pertandingan final. Perasaan bangga membuncah di setiap dada kami ketika kami semua naik ke atas panggung untuk berfoto bersama. Piala-piala yang dijejerkan tak mampu melukiskan betapa bangganya kami menjadi bagian dari pondok ini.



Sehabis kejuaraan, kami mengajak rombongan pondok yang berisikan 4 orang santriwati, 2 orang ustadzah, dan 1 orang ustadz senior, pergi berjalan-jalan berkeliling Kuala Lumpur dan Putrajaya. Melihat mereka tersenyum gembira menikmati perjalanan, berfoto-foto ria di tanah Melayu, dan tertawa bahagia sangat menyenangkan bagiku. Tentu pengalaman ini sangat berharga bagi mereka, dan mereka pantas mendapatkannya. Aku teringat akan adikku, apa kabar ia sekarang? Tak disangka, ternyata 3 dari 4 orang adik-adik santriwati ini mengenal adikku, bahkan salah satu diantaranya sangat dekat dengannya. Sang ustadzah pun ikut-ikut bercerita bagaimana adikku ketika mereka mengajar. Aku tersenyum, aku bangga dengan adikku, aku rindu. Kami menghabiskan dua hari berjalan-jalan, sangat melelahkan, tapi sangat menyenangkan. Dan tibalah hari Jum'at, hari dimana mereka akan kembali ke pondok tercinta.





Kami menjemput mereka pagi-pagi, setelah sempat bersalam-salaman dengan penghuni rumah basecamp alumni, kami bergerak menuju Kuala Lumpur International Airport. Kami tiba disana pukul 11, pesawat mereka berangkat pukul 1. Aku menyempatkan diriku untuk sedikit memberi pesan yang aku minta disampaikan kepada adikku di pondok nanti. Kami ngobrol-ngorol hangat dengan mereka menjelang keberangkatan. Setelah capek berfoto, mereka pun check in ke ruang tunggu. Dalam kejauhan, dipisahkan oleh kaca dan antrian, kami saling melambaikan tangan. Tiba-tiba ada perasaan menusuk di hatiku, dan aku yakin setiap dari kami yang mengantar merasakan hal yang sama. Sedih, kehilangan. Di perjalanan pulang, yang tak lagi seramai ketika rombongan pondok masih bersama kami, kami saling bertanya, "kapan ya mereka bisa kesini lagi?". Ya, ada yang hilang.




***

Aku kembali teringat pertanyaan waktu SD dulu,

"HAL APA YANG PALING TIDAK DISUKAI?"

Mungkin jawaban setiap orang akan berbeda, mungkin jawaban yang diberikan oleh seseorang akan berbeda sesuai dengan waktu pertanyaan ini dilontarkan. Tapi, entah kenapa aku yakin, aku punya satu jawaban yang konstan, atas pertanyaan ini, "Hal apa yang paling tidak disukai?"

"PERPISAHAN"

Ya, perpisahan. Aku sangat tidak menyukai perpisahan. Aku benci perpisahan.

Aku yakin, semua dari kita takut akan perpisahan, yang mungkin memang akan jadi akhir perjumpaan kita selamanya. Tak ada yang menjamin sebuah pertemuan akan bertahan selamanya, tak ada pula yang menjamin sebuah perpisahan hanya akan terjadi sekelip mata. Dengan orang tua, keluarga, sahabat, guru, teman, bahkan siapapun itu. Kita mungkin akan berpisah selamanya. Maka hargailah detik ini, detik perjumpaan kita. Biarkan ia menjadi cerita nanti dikala kita tua dan renta. Ingatlah, kita akan selalu satu, kita akan selalu bersama, dalam do'a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar