Jumat, 27 Juli 2012

Agen Kejahatan (part-2)


Setelah menghabiskan satu minggu di Malaysia dengan penuh kekhawatiran, saya kembali lagi ke bumi pondok tercinta Darul Muttaqien hari Kamis, tanggal 19 Juli melalu penerbangan Kuala Lumpur - Bali yang langsung dilanjutkan nyebrang ke tanah Jawa. Saya sampai di ponitudok jam 2 malam dengan badan remuk dan perasaan was-was.

Sebelumnya saya sempat diceritakan duduk permaslahannya oleh teman saya, Renaldi melalu telepon. Tiket kami tidak ada. Dan ketika dikonfirmasi ke pihak agen, kami dituduh belum melunasi pembayaran sembari menunjukkan surat pernyataan bermaterai yang sempat kami tanda tangani dengan buru-buru sebelum kami berangkat. Intinya, kami ditipu. Shit!



Pagi itu juga, tanpa sempat istirahat sedikitpun, saya dan teman saya langsung menuju rumah guru senior kami untuk meminta pendapat. Sempat terjadi perdebatan antara langsung ke Polsek atau mengobrak-abrik kantor agen tersebut. Akhirnya satu kata, kita akan datangi kantor itu, kita akan ajak baik-baik. Kalau menolak, maka akan kita bawa ke Polsek.

3 Orang, satu orang guru senior dan dua orang anak muda mendatangi kantor si agen dengan 2 motor. Begitu tiba langsung parkir motor, kemudian masuk tanpa rasa bersalah. Tentunya dengan muka sangar sebagai pelengkap. Sayang, Wawan, si agen sudah lama tidak pulang ke kantor yang multifungsi sebagai rumaknya. Yang ada hanyalah mbak karyawan yang lumayan manis, seandainya aja bisa diajak kenalan... *loh?*. Singkat kata kami meminta kopian (koq bisa ya dari kata copy menjadi kopian? who knows.. :p) dari kwitansi tanda lunas pembayaran kami. Setelah mendapatkan 4 dari total 6 kwitansi, kami bergerak menuju Polsek untuk membuat laporan kejahatan.

Tiba di kantor polisi, kami langsung disambut oleh beberapa polisi, menanyakan embel-embel dari kejadian ini. Saya pun mulai menceritakan kisah ini dari pertama yang tentu saja kalau saya tuliskan disini akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk membacanya. Setelah itu kami dimintai keterangan. Kemudian polisi bagian penyidik meminta kami untuk menunggu kabar darinya. ia sempat mengatakan, ia akan mendatangi kantornya.

Satu hari berlalu, 2 hari berlalu tanpa kabar berita. Saya dan Renaldi dihantui perasaan was-was setiap detiknya.

Esoknya, saya bangun agak kesiangan karena saya tidak tidur dari malam sampai subuh. Saya dibangunkan oleh Renaldi pada pukul 11.00. "Zul! Bangun! Itu Wawan yang agen kemarin datang kesini", katanya padaku. "Haa? Yang bener?", jawabku setengah ngelindur. "Beneran. Itu orangnya didepan. Ana mau bawa dia kerumahnya Pak Umar (guru senior)". "Yaudah, ente kesana duluan, ana mandi dulu. Ntar ana nyusul", balasku sambil bergegas ke kamar mandi.

Kemudian kami bertemu di rumahnya pak Umar. Setelah Pak Umar datang, mulailah perdebatan alot ini. Si Wawan, mengaku bahwa dia ditipu lagi oleh temannya yang di Solo. Tapi Pak Umar tidak peduli. "itu urusan kamu!", bentaknya. "saya sudah gregetan sama kamu, ditelpon ngga diangkat, di kantor ngga ada. Kalau ketemu saya ditengah jalan, tak tonjok muka kamu", sambunya. Gilaa, keren banget, batinku. Padahal Pak Umar selama ini dikenal tidak pernah marah. Ternyata amarahnya MENGGELEGAR. :)

Si Agen hanya bisa menundukkan kepala sambil berkata, "gini aja mas, ini tanggungjawab saya. Saya akan ganti uangnya. Tapi saya hanya bisa ganti Rp. 16 juta. Itu juga saya harus mencari uangnya dulu. Untuk sementara sebagai jaminan, saya akan serahkan surat kantor saya kepada sampeyan". "Terus 6 jutanya lagi gimana?", potong Pak Umar, karena kita mengalami kerugian Rp. 22 juta minimalnya. "Gini loh mas, kan sampeyan pernah mengajukan perpindahan tanggal, uang Rp 8 juta yang sudah masuk itu sebenarnya sudah hangus. Tapi karena saya bisa membantu, yang hangus cuma 70 %", jawabnya. Waktu itu kita manut saja, karena memang kita tidak tahu-menahu tentang tiket-meniket. Akhirnya kita sepakat untuk bertemu di Polsek guna pembuatan surat perjanjian.

Esok paginya, kita bertemu di Polsek. Say dan Renaldi sudah pasrah dengan hasil akhir uang yang kembali HANYA Rp. 16 juta. Tapi kami dikejutkan oleh pak Umar, yang ternyata sekali lagi protes atas hangusnya uang sebesar 70%.

Agen Wawan (AW): "Itu sudah aturan mas, mas bisa tanya dimana aja wes"
Pak Umar (PU): "iya, saya sudah nanya ke agen lain dan ternyata tidak ada penghangusan"
AW : "mas, itu beda"
PU : "apanya yang beda??"
AW : "itu tu begini !@#$%^&* (maaf soalnya dia ngomong panjang lebar, saya ngga bisa nangkap karena bahasa aneh-aneh)
Pak Polisi (PP) : "ya sudah begini saja. Disini ada polisi yang bertugas di Bandara Belimbing Sari. 
Sebentar saya telepon dia supaya kemari dulu"

Beberapa menit kemudian si Polisi Bandara (PB) datang...

PB : "jadi bagaimana pak?"
PU : "kejadiannya begini-begini-begini pak, terus agen ini bilangnya gini-gini-gini pak"
PB : "Oh begitu, sekarang sampeyan punya bukti apa kalo sampeyan sudah menyetorkan uangnya anak-anak ini ke pihak maskapai?"
AW : "ada pak, nanti saya print dulu"
PB : "iya, mana? saya minta sekarang. Ya sudah saya minta nama-namanya dan tanggal keberangkatannya, saya akan hubungi pihak maskapai apakah bapak Wawan ini benar-benar menyetor uangnya atau tidak"
(muka si agen berubah, akhirnya hanya bisa menundukkan kepala saja)
AW : "begini pak, saya biasanya seperti ini lancar, sesudah uangnya saya transfer saya tinggal hubungi yang di pusat, nanti akan dikirimkan tiketnya. Tapi kali ini saya kurang tahu"
PB : "Pusat? siapa pusatnya? kamu agen bukan?"
AW : "Pusatnya agen *****"
PB : "Berarti kamu bukan agen, kamu temannya agen. Makelar kan kamu?"
AW : "Iya begitu pak"
PB : "Pantas kalau begitu, ngakunya agen, ternyata makelar. Ngomongnya kayak tau semua, ternyata nggak tau sistem sama sekali"
(setelah itu Polisi Bandara tersebut langsung pergi dan menyerahkan tugasnya pada penyidik)
AW: "Yaudah mas, gini aja, saya akan ganti, ini salah saya. Tapi saya hanya bisa ganti Rp. 20 juta mas. Kalau mas ngga mau ya sudah mas, saya mau di ajukan ke pengadilan juga pasrah mas" *dengan muka memelas*


PP : "bagaimana Pak Umar?"
PU : "saya sebenarnya tidak peduli mau diganti 16 juta atau 20 juta. Yang saya mau dia mengaku kalau dia itu berbohong. Ya sudah Pak Polisi. Kami setuju jika ia mengganti Rp. 20 juta sampai batas waktu yang ditentukan. Apabila tidak bisa, maka kantornya akan saya jual"

Setelah itu kami menandatangani perjanjian dan mengambil surat kantor agen tadi. Setelah menandatangani, si Wawan langsung pergi tanpa pamit basa-basi ke kami. Malu pastinya. :D

Saya yakin, kalau diteruskan ke pengadilan, kami bisa memenangkan perkara ini dan si Wawan akan masuk penjara. Tapi setelah saya pikir-pikir, kalau sudah dipenjara berarti uang Rp. 23 juta itu tidak bisa dituntut lagi. Jadi, ya sudahlah. Mungkin kami memang rugi Rp. 3 juta, tapi yang pasti dia lebih rugi dan tersakiti lagi. Karena secara otomatis, nama baiknya sudah hancur-lebur punah-ranah. HAHAHA.



Pelajaran paling inti yang bisa diambil adalah: JANGAN CEROBOH. walau bagaimanapun  juga,kisah ini berakhir dengan happy ending. Dan kenyataan membuktikan bahwa kebenaran selalu menang~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar