Senin, 23 Juli 2012

Agen Kejahatan (part-1)

Kisah ini bermula 2 bulan yang lalu, dimana saat itu saya dan teman saya selaku pembimbing Konsulat Riau (organisasi untuk santri-santri yang berasal dari daerah Riau dan sekitarnya) mulai befikir untuk mengurus perpulangan konsulat ini. Sudah menjadi kewajiban kami sebagai guru, untuk menjadi pembimbing konsulat *cie...*. Mungkin kedengarannya keren, pembimbing, tapi pekerjaannya berbanding lurus dengan kebesaran namanya.

Menjadi pembimbing konsulat berarti kami harus siap untuk membimbing, mengurus, mengatur, konsulat ini. Asal anda tau saja, konsulat ini isinya 150 orang! Bahkan kalau di pondok pusat, jumlahnya bisa meledak sampai 300 orang! WOW! Kami harus mau mendengar, mengomentari, mengambil keputusan, bahkan memarahi anggota konsulat yang bersalah. Tapi, itu semua tidaklah seberapa dibandingkan apa yang harus kami kerjakan di ujung pengabdian kami. Karena tugas berat memang selalu menunggu kami diujung perjalanan kami: Mengurus perpulangan anggota konsulat ke rumah masing-masing sebelum liburan.


Setelah permusyawarahan panjang, akhirnya dipastikan bahwa konsulat Riau yang akan pulang bersama adalah 20 orang (Dari 150 orang hanya 20 orang yang ikut?? mengejutkan bukan??). Hal ini disebabkan dari 150 orang santri tidak semuanya berdekatan dengan Riau. Ada yang lebih dekat dengan Medan, Aceh, ataupun Padang. Maka saya dan teman saya, RENALDI mulai petualangan untuk mencari sarana dan prasarana perpulangan.



Dengan bersenjatakan sepeda motor Supra X, kami mulai mengunjungi beberapa agen travel. Bukan kami sih, saat itu hanya teman saya yang tadi yang pergi, saya tidak. Akhirnya teman saya "berat" kepada salah satu agen. Sebut saja agen WAWAN.

Yang pertama kali ia lakukan adalah berkonsultasi dengan guru senior, karena secara tidak langsung ini berkaitan pula dengan pondok. Setelah guru senior menyatakan bahwa, agen tersebut bisa dipercaya  kami pun mengambil langkah kedua, yaitu menanyakan harga. Setelah debat yang "alot" (sebenarnya saya juga ga paham maksud dari kata "alot" itu apa), kami mendapatkan harga PROMO sebesar Rp. 630.000 untuk penerbangan Solo-Pekanbaru pada tanggal 11 Juli, karena liburan dimulai tanggal 10 Juli. Harga yang murah kan?? Maka, kami memberitahu kempada anak-anak untuk membayar Rp. 950.00 per anak, untuk pesawat, bus, dan konsumsi.

Sialnya, 2 hari kemudian, saya mendengar kabar bahwa liburan pondok bukan tanggal 10 Juli melainkan tanggal 11 Juli. Segera saja setelah itu kami berangkat menuju agen tadi untuk mengajukan pertukaran tanggal pemberangkatan. Logikanya, kalau liburnya tanggal 11 Juli, berangkatnya juga tanggal 11 Juli berarti kapan berangkat dari Banyuwangi ke Solonya? Akhirnya kami mengajukan pertukaran dan akan dikabari secepatnya, pesan si agen. Untuk informasi, saat itu kami sudah membayar DP sebesar Rp. 8.900.000.

Lebih sialnya lagi, saya salah meminta pertukaran tanggal pemberangkatan ke tanggal 12 Juli, karena ternyata liburan pondok dimulai tanggal 10 Juli bukan 11 Juli. Dan itu hanya selang beberapa hari setelah saya menandatangani surat pengajuan. WTF!!

2 minggu kemudian, kami ke kantor si agen lagi untuk meminta kepastian harga. Si Agen dengan muka berat mengatakan bahwa ia sudah berusah maksimal, tapi tetap harga tiket pesawat naik menjadi sekitar Rp. 900.000 per anak. Kalau ditotal, menjadi Rp. 16.775.000. Saya masih agak tenang karena uang yang dibayar masing-masing anak masih mencukupi , sedangkan saya hanya harus menambah sedikit karena saya yang salah. Sialnya, ternyata dari pihak maskapai apabila ada pertukaran tanggal pemberangkatan untuk tiket promo, maka uang yang sudah masuk hangus sebanyak 70%. Berarti dari Rp. 8.900.000 yang tersisa hanya Rp. 2.600.000!! Berarti saya mau tidak mau harus mengganti uang yang hangus ini dengan uang saya sendiri. Malam itu saya nelpon ortu sambil nangis-nangis untuk minta uang Rp. 4.300.000.

Yah, singkat cerita, kami melunasi pembayaran Rp. 16.775.000 sebulan sebelum keberangkatan. Sialnya, setiap kali kami meminta tiketnya, agen tersebut selalu mengundur-undur dengan berbagai alasan, Di Surabaya lah, lagi ngurus tanah lah, lagi ke mall lah. Bahkan sampai satu hari sebelum kami berangkat, tiket itu belum berada di tangan kami.

Kisah ini memang banyak sialnya sebenarnya.

Tanggal 10 Juli, kami sudah memesan tiket kereta api menuju Solo jam 06.30 (dan saat itu tiket pesawat yang dijanjikan belum ditangan kami). Saya dan teman saya sudah bermaksud untuk berangkat ke agen pagi itu sebelum menuju stasiun kereta. Jam 05.30, temen saya ditelepon oleh agen tadi, "mas, saya ada dikantor, saya tunggu sekarang". Kami pun langsung tancap gas menuju kantor si agen.

Sampai disana, agen itu sudah menunggu dengan suatu surat, surat tersebut berisi pernyataan yang saya sendiri tidak bisa membacanya. Karena mengingat waktu, teman saya langsung membubuhkan tanda tangan di atas materai tanpa pikir panjang. Setelah itu surat tadi dimasukkan ke dalam amplop yang diatasnya tertera nomor yang harus teman saya hubungi nanti ketika sampai di bandara Solo (saya tidak ikut berangkat). Setelah clear, kami langsung menuju stasiun. Setelah jabat tangan dan lambai tangan bye-bye, saya meninggalkan teman saya dengan perasaan tenang.

Oke. Happy Ending, fikirku. Saya langsung bergegas menuju Solo dengan bus untuk menjemput adik saya yang di Ngawi, kemudian terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia.

Sudah? Belum. Justru ini adalah awal mula "kesialan yang sebenarnya".

Saya menikmati hari pertama saya di Malaysia. Tapi, hari kedua, saya mendapat kabar bahwa teman saya tidak jadi terbang, teman saya ditipu.

Terbesit di benak saya, Saya harus segera kembali!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar