Kamis, 06 Oktober 2011

Elegi Seorang Pengajar (2-Part 1)


 Al-Waladu Sirru Abihi. Seorang anak adalah rahasia dari ayahnya. Kalau anda menemukan seorang anak nakal, sering melawan, maka yakinlah bahwa ayahnya dulunya seperti itu. Rahasia sang ayah itulah yang menjadi wujud sang anak. Maka hati-hatilah bagi anda, sang calon ayah. Karena setiap rahasia yang anda sembunyikan akan terwujud pada sang anak.


***


Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, sebagai wali kelas, saya memiliki “anak-anak” sebanyak 32 orang. Diantara mereka ada yang kelihatannya baik, ada yang kelihatannya nakal, ada yang kelihatannya pintar, ada juga yang kelihatannya kurang.



Ada seorang anak yang kelihatannya kritis, sebut saja namanya Kumbang, 13 (bukan nama sebenarnya). Anda pasti bertanya-tanya kenapa namanya kumbang? simpel saja,  kan kalau di Koran sering disebut namanya sebagai Mawar, tapi masalahnya si Mawar itu pasti perempuan, nah kalau laki-laki? sekali lagi simpel saja, kalau di lagu dangdut kan sering anda temukan lirik yang mengisahkan kisah cinta si Kumbang dan si Mawar, yang menurut saya terbilang cukup romantis, tapi bergaya kebarat-baratan. Kadang si Kumbang dengan santainya “memakai” mawar lain di depan mata si Mawar tadi. Begitupun si mawar dengan nikmatnya “dipakai” oleh kumbang lain padahal di sampingnya ada si Kumbang tadi. Dan dengan tanpa beban nantinya mereka “saling menikmati” kembali. Sebuah potret kelam cinta zaman sekarang.

Lanjut lagi, si Kumbang ini bisa dikatakan pintar, baik,dan rajin. Di setiap kali saya masuk kelas hampir pasti ia akan banyak bertanya. Pernah ketika di kelas ia bertanya,
“Ustadz, bahasa arabnya menikmati apa?”, tanyanya
“Loh? Kenapa menikmati? Kamu mau bikin tulisan apa Kumbang??”, tanyaku mulai ngeres. Jangan-jangan dia mau bikin kalimat,’Si Kumbang menikmati Si Mawar’.
“Ana mau bikin kalimat, ‘Saya menikmati minuman saya’ ustadz”
“Ooo…”
Jadi intinya dalam pandangan saya, dia termasuk anak yang baik. Tidak pernah terbesit dalam benak saya kalau dia itu nakal, senang melanggar aturan, atau yang lainnya. Sampai suatu hari diadakan pengecekan lemari mendadak.


Ketika itu masuk kelas seperti biasa. Selesai jam pelajaran pertama, tiba-tiba seluruh dewan guru dikumpulkan oleh bapak pengasuh. Saat itulah kami, para dewan guru baru tahu akan diadakan pengecekan lemari secara mendadak. Tentu saja kami sebagai pemeriksa merasa senang sekali. Di samping kami tidak jadi mengajar kelas yang penuh dengan “zombie” setengah hidup-setengah mati, kami akan menyita banyak barang yang termasuk barang terlarang. Sebuah dendam kesumat karena dulunya kamilah yang menjadi korban.


Malam harinya, seorang teman saya sesama guru bercerita kepada saya tentang momen-momen pemeriksaan lemari si Kumbang.


Alkisah, setiap kamar  diperiksa oleh 2 orang guru yang akan memanggil anak-anak satu persatu. Ketika giliran satu orang sebelum si Kumbang, wajah si Kumbang pucat pasi. Dengan diam-diam ia berisik-bisik kepada temannya tadi untuk mengerjakan suatu konspirasi. Masuklah temannya si Kumbang tadi. Berhubung lemari mereka bersebelahan, ketika si guru memeriksa lemarinya, ia dengan kecepatan luar biasa membuka lemari Kumbang kemudian mengambil sesuatu kemudian melemparkannya ke samping lemari. Namun sayang, kebenaran pasti akan selalu menang, kejadian tadi sempat terekam oleh si guru. Pelan-pelan si guru mengecek bagian dalam lemari, kemudian berlanjut ke sekitar lemari. Ketika mencapai bagian samping lemari itulah si guru ini menemukan satu kotak barang berharga terlarang di pondok. Satu kotak rokok.



Si guru walaupun tahu, tapi berpura-pura tidak tahu. “Hadza liman? ini punya siapa?”, tanyanya dengan lembut sambil mengangkat kotak rokok tadi. “La… La A’rif ustadz… G… Ga tau us… ustadz”, jawabnya dengan wajah gugup. “Kamu tadi ngambil apa dari lemari si Kumbang?”, tanya si guru lagi. “A…a… ana ngambil… ngambil uang ustadz... uangnya Kumbang ustadz!”, jawabnya semakin gugup sambil mencari-cari uang yang ada di sakunya. “Ini ustadz”, katanya sambil menunjukkan sejumlah uang miliknya sendiri. “Oh ya sudah. Sekarang kamu keluar panggilkan Kumbang”.


Si Kumbang pun masuk dengan wajah tak kalah gugupnya. Singkat cerita, ditemukan sebuah korek api di lemari Kumbang. “Hadza liman Kumbang?”, tanyanya sambil memegan korek tadi. “E…em… La A’rif ustadz”, jawabnya gugup. “Ya sudahlah, ini ustadz ambil ya”, kata si guru sambil pura-pura tidak tahu.


Si guru tadi masih penasaran, sebenarnya si Kumbang merokok atau tidak, maka ia tanyakan ke mudabbir, pengurus rayon tersebut, “Al-Akh, disini pernah ada anggota yang ketahuan merokok ngga?”. “Ada ustadz. Kumbang”, jawabnya. Terungkap sudah. Satu nama, satu kebenaran yang telah terungkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar